BAB I
A. Latar
Belakang
Mortalitas atau kematian merupakan salah satu di
antara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Dua
komponen demografi lainnya adalah fertilitas (kelahiran) dan migrasi. Informasi tentang kematian
penting, tidak saja bagi pemerintah melainkan juga bagi pihak swasta, yang
terutama berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan.
Data
kematian sangat diperlukan antara lain untuk proyeksi penduduk guna
perencanaan pembangunan.Misalnya, perencanaan fasilitas perumahan, fasilitas
pendidikan, dan jasa-jasa lainnya untuk kepentingan masyarakat.Data kematian
juga diperlukan untuk kepentingan evaluasi terhadap program-program kebijaksanaan penduduk.
Konsep mati perlu diketahui guna mendapatkan
data kematian yang benar.Dengan kemajuan ilmu kedokteran, kadang-kadang sulit
untuk membedakan keadaan mati dan keadaan hidup secara klinik.Apabila
pengertian mati tidak dikonsepkan, dikhawatirkan bisa terjadi perbedaan
penafsiran antara berbagai orang tentang kapan seseorang dikatakan mati.
Masalah
kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang
saat ini terjadi di negara Indonesia (kompas 2006). Derajat kesehatan anak
mencerminkan derajat kesehatan bangsa, sebab anak sebagai generasi penerus
bangsa memiliki kemampuan yang dapat di kembangkan dalam meneruskan pembangunan
bangsa. Berdasarkan alasan tersebut, masalah kesehatan anak diprioritaskan
dalam perencanaan atau penataan pembangunan bangsa (kompas 2006).
Dalam menentukan derajat kesehatan di Indonesia, terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka kesakitan
bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kematian bayi
menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak (WHO, 2002)
karena merupakan cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Angka kematian
bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. Sedangkan angka
kesakitan bayi menjadi indikator ke dua dalam menentukan derajat kesehatan
anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tahan tubuh
bayi dan anak balita.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih
tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN.
Berdasarkan Human Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per
1.000 kelahiran. Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Juga,
1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Thailand.
Departemen Kesehatan (Depkes) mengungkapkan
rata-rata per tahun terdapat 401 bayi baru lahir di Indonesia meninggal dunia
sebelum umurnya genap 1 tahun. Data bersumber dari survei terakhir pemerintah,
yaitu dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2007 (SDKI). Selaras dengan
target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok
target penurunan AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000
kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015. Berdasarkan
SDKI telah terjadi penurunan AKB secara signifikan selama 4 tahun survei dari 66
per 100 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 39 per 100 kelahiran hidup pada
tahun 2007. Provinsi Jawa Barat tercatat sebagai daerah paling tinggi angka
kematian bayi dan balita setelah NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Papua.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian ibu (AKI) melonjak drastis 359
per 100.000 kelahiran hidup. Sebelumnya, AKI dapat ditekan dari 390 per 100.000
kelahiran hidup (1991) menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007).
Selain AKI, angka kematian bayi (AKB) juga masih tinggi, 32 per 1.000 kelahiran
hidup. Angka itu hanya turun sedikit dari AKB SDKI 2007 yang 34 per 1.000
kelahiran hidup.
Hasil pengumpulan data profil kesehatan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota di
sulawesi selatan tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah kematian bayi mengalami
peningkatan menjadi 868 bayi atau 5.90 per 1000 kelahiran hidup dibandingkan
2010 yang hanya 824 kasus Sementara, untuk angka kematian ibu pada 2011
tercatat 116 kasus. Jumlah kematian balita yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Kab/Kota di Sulawesi selatan pada tahun 2012 sebanyak 25 bayi setiap 1000
kelahiran hidup.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian dari morbiditas dan mortalitas penduduk
?
2.
Apa saja faktor penyebab terjadinya mortalitas
penduduk ?
3.
Apa saja Penyakit terbesar penyebab morbiditas dan
mortilitas ?
4.
Dari mana saja sumber data kematian diperoleh ?
5.
Apa indikator morbiditas dan mortalitas?
6.
Bagaimana perkembangan angka mortalitas di indonesia ?
7.
Bagaimana proporsi mortalitas menurut kelompok ?
8.
Bagaimana pengaruh mortalitas terhadap kesehatan
masyarakat ?
9.
Apa upaya pemerintah dalam menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas penduduk ?
C. Tujuan
a. Tujuan umum
1.
Mengetahui Mortalitas dan Morbiditas Penduduk.
b. Tujuan khusus
1.
Mengetahui pengertian morbiditas dan mortalitas
penduduk.
2.
Mengetahui faktor penyebab terjadinya mortalitas
penduduk.
3.
Mengetahui Penyakit terbesar penyebab morbiditas dan
mortilitas.
4.
Mengetahui sumber data kematian.
5.
Mengetahui dan memberikan contoh indikator morbiditas
dan mortalitas.
6.
Mengetahui perkembangan angka mortalitas di indonesia.
7.
Mengetahui proporsi mortalitas menurut kelompok.
8.
Mengetahui pengaruh mortalitas terhadap kesehatan
masyarakat.
9.
Mengetahui upaya pemerintah dalam menurunkan angka
mortalitas penduduk.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mortalitas Dan
Morbiditas Penduduk
Menurut
PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara
permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Still birth dan keguguran tidak termasuk
dalam pengertian kematian. Perubahan jumlah kematian (naik turunnya) di tiap
daerah tidaklah sama, tergantung pada berbagai macam faktor keadaan. Besar
kecilnya tingkat kematian ini dapat merupakan petunjuk atau indikator bagi
tingkat kesehatan dan tingkat kehidupan penduduk di suatu wilayah.
Morbiditas
dalam arti sempit dimaksudkan sebagai peristiwa sakit atau kesakitan, sedangkan
dalam arti luas morbiditas mempunyai pengertian yang jauh lebih kompleks, tidak
saja terbatas pada statistic atau ukuran tentang peristiwa-peristiwa tersebut,
tetapi juga factor yang mempengaruhinnya (determinant factors), seperti factor
sosial, ekonomi, dan budaya.
Ukuran kematian merupakan angka atau indeks, yang di pakai sebagai dasar
untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu penduduk.Ada berbagai
macam ukuran kematian, mulai dari yang paling sederhana sampai yang cukup kompleks.Namun
demikian perlu di catat bahwa keadaan kematian suatu penduduk tidaklah dapat
diwakili oleh hanya suatu angka tunggal saja.Biasanya berbagai macam ukuran
kematian di pakai sekaligus guna mencerminkan keadaan kematian penduduk secara
keseluruhan.
Ukuran morbiditas dan mortalitas
digunakan sebagai dasar untuk menentukan tinggi rendahnnya tingkat kesakitan
dan kematian suatu komunitas penduduk. Adanya beberapa ukuran kesakitan dan
kematian yang dikenal,dari yang paling sederhana sampai dengan yang cukup
kompleks Angka kematian (Mortalitas) dan angka kesakitan (Morbiditas) digunakan
untuk menggambarkan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Kegunaan dari
mengetahui angka kesakitan dan kematian ini adalah sebagai indikator yang
digunakan sebagai ukuran derajat kesehatan untuk melihat status kesehatan
penduduk dan keberhasilan pelayanan kesehatan serta upaya pengobatan yang
dilakukan. Data kematian yang terdapat pada komunitas dapat diperoleh melalui
survei, karena sebagian besar kematian terjadi di rumah, sedangkan data
kematian pada fasilitaspelayanan kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian
mortalitas adalah:
1.
Neo-natal
death adalah kematian yang terjadi pada bayi yang belum
berumur satu bulan.
2.
Lahir mati (still birth) atau yang sering disebut kematian janin (fetal death) adalah kematian sebelum
dikeluarkannya secara lengkap bayi dari ibunya pada saat dilahirkan tanpa melihat
lamanya dalam kandungan.
3.
Post
neo-natal adalah kematian anak yang berumur antara satu bulan
sampai dengan kurang dari satu tahun.
4.
Infant
death (kematian bayi) adalah kematian anak sebelum
mencapai umur satu tahun.
B.
Faktor Penyebab Morbiditas Dan Mortalitas
Angka kematian bayi dan balita di Indonesia adalah tertinggi di negara
ASEAN. Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di sebabkan karna
pneumania, 23% karena penyakit diare, dan 16% karena penyakit tidak memperoleh
vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak terbanyak saat ini masih
diakibatkan oleh pneumonia dan diarre. Pencegahan sederhana dan dapat di
peroleh seperti vaksin, antibiotik, terapi rehidrasi oral, kontrasepsi, dapat
mencegah 25-90% kematian karena penyebab spesifik. Secara keseluruhan 65%
kematian anak bisa di cegah dengan biaya murah.
Penyebab-penyebab kematian
Ibu dan Bayi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1.
Pendidikan
Angka
Kematian Ibu yang begitu tinggi salah satunya karena tingkat pendidikan para
ibu di Indonesia yang masih sangat rendah. Jika kita melihat dari jenjang
pendidikan, data Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan bahwa mayoritas
ibu di Indonesia tidak memiliki ijazah SD, yakni sebesar 33,34 persen.
Selanjutnya sebanyak 30,16% ibu hanya memiliki ijazah SD atau sederajat. Dan
hanya terdapat 16,78% ibu yang berpendidikan setara SMA. Hanya 7,07% ibu yang
berpendidikan perguruan tinggi.
Penyerapan
informasi yang beragam dan berbeda sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
seorang ibu. Latar pendidikan formal serta informal akan sangat berpengaruh
pada seluruh aspek kehidupan para ibu mulai dari segi pikiran, perasaan maupun
tindakannya.
Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi calon ayah dan calon ibu akan
mampu merncanakan kehamilan dengan baik
sehingga bisa terhindar dari 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu muda (dibawah
20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak melahirkan
kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).
Dalam penanganan kehamilan dan persalinan pun pendidikan akan sangat
penting agar bisa terhindar dari faktor risiko 3 Terlambat yaitu terlambat
mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/ transportasi dan
terlambat menangani dan Terlambat mendapat pelayanan.
Semakin tinggi
tingkat pendidikan seorang ibu, maka akan semakin tinggi pula kesadaran mereka terhadap proses pra kehamilan dan pasca
kehamilannya, sehingga untuk menjaga agar dirinya sehat dalam masa kehamilan
maka ibu tersebut pasti akan melaporkan
dan memeriksakan
dirinya kepada tenaga medis yang ahli dibidangnya. Dan sebaliknya, jika
pendidikan seorang ibu rendah seperti yang banyak terjadi di Indonesia, maka
kesehatannya selama masa kehamilan tidak begitu diperhatikan. Oleh sebab itu
banyak terjadi kematian pada ibu melahirkan yang disebabkan kesadaran akan
kesehatan yang rendah.
2. Lingkungan
Lingkungan
juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi KIA. Banyak aspek yang
mempengaruhi KIA yang dapat dilihat dalam suatu lingkungan. Dalam hubungannya
dengan meningkatnya kasus kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas),
lingkungan yang dibahas adalah aspek geografis. Kondisi geografis suatu
lingkungan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat di lingkungan itu sendiri.
Kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti sulit terjangkau oleh sarana
transportasi tentu saja mengakibatkan sulitnya sarana dan tenaga kesehatan
untuk menjangkau daerah tersebut. Imbasnya, kondisi kesehatan masyarakat di
lingkungan tersebut akan terbengkalai, masyarakat akan minim dalam sarana kesehatan,
dan banyak ibu yang mengalami kesulitan selama masa kehamilan, melahirkan dan
juga nifas, sehingga angka kematian ibu (hamil, melahirkan dan nifas) akan
terus bertambah besar.
3. Ekonomi
Kondisi
keuangan yang tidak mencukupi tentu menyulitkan para ibu (hamil, melahirkan dan
nifas) untuk memperoleh fasilitas kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu,
mereka cenderung tidak memeriksakan kesehatan dirinya pra kehamilan hingga
pasca kehamilan. Akibatnya, banyak ibu yang meninggal saat melahirkan karena
penyakit yang baru diketahui ketika akan melahirkan.
4. Minimnya
Tenaga Medis
Salah satu faktor tingginya AKI di
Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan
oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan
ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei
SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat
dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka
ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia dan Thailand.
Dengan cukupnya tenaga medis diharapkan persoalan berupa kevalidtan data dan kasus yang tidak tersentuh dapat dikurangi sehingga dapat
mengurangi angka AKI.
5. Adat
Istiadat
Pada kasus kematian ibu akibat perdarahan faktor
budaya yang berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu adalah
kecenderungan bagi ibu di perdesaan dan keluarga miskin untuk melahirkan dengan
bantuan dukun beranak, bukan dengan bantuan petugas medis yang telah
disediakan. Ada pula tradisi suku tertentu yang mengharuskan ibu nifas
ditempatkan dalam suatu tempat yang dapat dikatakan kurang higienis.
C. Penyakit Penyebab Morbiditas Dan Mortalitas Di
Indonesia
a. ISPA dan Pneumonia
Di
Indonesia, angka kejadian pneumonia pada balita adalah sekitar 10-20% per
tahun. Angka kematian pneumonia pada balita di Indonesia adalah 6 per 1000
balita. Ini berarti dari setiap 1000 balita setiap tahun ada 6 orang
diantaranya yang meninggal akibat pneumonia. Jika dihitung, jumlah balita yang
meninggal akibat pneumonia di indonesia dapat mencapai 150.000 orang per tahun,
12.500 per bulan, 416 per hari, 17 orang per jam atau 1 orang balita tiap
menit. Usia yang rawan adalah usia bayi (dibawah 1 tahun), karena sekitar
60-80% kematian pneumonia terjadi pada bayi.
Secara umum,
ada 3 faktor resiko ISPA, yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau
mengurus anak, keadaan gizi dan cara pemberian makan, serta kebiasaan merokok
dan pencemaran udara. Pencegahan ISPA dan Pneumonia yaitu dengan cara pemberian
imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif,
sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi DPT,
6% kematian pneumonia dapat dicegah. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pencegahan ISPA adalah dengan hidup sehat, cukup gizi, menghindari polusi udara
dan pemberian imunisasi lengkap.
b. Diare
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di
negara berkembang, termasuk indonesia. Di Indonesia, penyakit diare adalah
salah satu penyebab kematian utama setelah infeksi saluran pernafasan. Angka
kematian akibat diare di Indonesia masih sekitar 7,4%. Sedangkan angka kematian
akibat diare persisten lebih tinggi yaitu 45% (solaiman, EJ, 2001). Sementara
itu, pada survei morbiditas yang dilakukan oleh depkes tahun 2001, menemukan
angka kejadian diare di indonesia adalah berkisar 200-374 per 1000 penduduk.
Sedangkan menurut SKRT 2004, angka kematian akibat diare 23 per 100 ribu
penduduk dan angka kematian akibat diare pada balita adalah 75 per 100.000
balita.
Insiden penyakit diare yang berkisar antara 200-374
dalam 1000 penduduk, dimana 60-70% diantaranya anak-anak usia dibawah 5 tahun.
Penyakit diare ini adalah penyakit yang multi faktoral, dimana dapat muncul karena
akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan
atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu, keberhasilan menurunkan
serangan diare sangat tergantung dari sikap setiap anggota masyarakat, terutama
membudayakan pemakaian larutan oralit dan cairan rumah tanggapada anak yang
menderita diare.
Saat ini sedang digalakkan dan dikembangkan pada
masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit)
dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare.
c. Berat Badan Rendah (BBLR)
Berat
Badan Lahir Rendah (kurang dari 2.500 gram) merupakan salah satu faktor utama
yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR dibedakan atas
2 kategori yaitu BBLR karena premature dan BBLR karena intrauterine growth retardation (IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup
bulan tetapi berat badannya kurang. Di negara berkembang banyak BBLR karena
IUGR karena ibu berstatus gizi buruk, anemia, malaria dan menderita
penyakit menular seksual(PMS) sebelum konsepsi atau saat kehamilan.
d. Afiksia (Kesulitan Bernafas saat Lahir)
Afiksia
neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara sepontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan
hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Pernafasan spotan BBL tergantung
pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan
dan pertukaran gas tau pengangkutan O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi
asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan
bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
e.
Masalah
nutrisi dan infeksi
Infeksi neonatus sering dijumpai sebagai gangguan
neonatus dimana di Indonesia merupakan masalah yang gawat. Infeksi neonatus
adalah penyakit pada bayi baru lahir dengan umur kurang dari 1 bulan, bayi-bayi
yang terkena infeksi menunjukan dengan kriteria-kriteria diagnosis. Infeksi
neonatus merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada bayi-bayi baru
lahir. Infeksi pada neonatus merupakan salah satu penyebab tertinggi terhadap
terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2%
janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama
persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan.
f. DHF
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang termasuk golongan Arbovirus
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina. Gejala klinis DHF (dengue hemoragic fever) dibagi menjadi
empat tingkatan, yaitu derajat I ditandai adanya panas 2-7 hari dengan gejala
umumnya tidak khas, tetapi uji tourniquet positif; derajat II sama seperti
derajat I, tetapi sudah ada tanda-tanda perdarahan spontan, seperti petekie, ekimosa, epitaksis, hematemesis, melena, perdarahan gusi, telinga, dan lain-lain; derajat III
ditandai adanya kegagalan dalam peredaran darah, seperti adanya nadi lemah dan
cepat serta tekanan darah menurun; dan derajat IV ditandai adanya nadi tidak
teraba, tekanan darah tidak terukur, akral dingin, berkeringat, dan adanya
sianosis. Kadang-kadang dijumpai gejala seperti pembesaran hati, adanya nyeri, asites, dan tanda-taanda ensefalopati, seperti kejang, gelisah,
sopor, dan koma.
g. Bronkitis
Bronkitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal
dari hidung dan tenggorokan. Bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal
pada trakea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan,
dan sinus ke paru. Gejala bronkitis umumnya diawali dengan batuk pilek, akan
tetapi jika infeksi ini telah menyebar ke bronkus, maka batuknya akan bertambah
parah dan bertambah sifatnya.
h. Kejang demam
Merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6
bulan – 4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat
terjadi 16 jam setelah timbulnya demam. Pada kejang demam, wajah anak akan
menjadi biru, matanya berputar-putar, dan anggota badannya akan brgetar dengan
hebat.
Kejang demam sering terjadi pada anak di bawah usia
satu tahun samai awal kelompok usia dua sampai lima tahun, karena pada usia ini
otak anak sangat rentan terhadap peningkatan mendadak suhu badan. Sekitar
sepuluh persen anak mengalami sekurang-kurangnya 1 kali kejang. Pada usia lima
tahun, sebagian besar anak telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang
demam
i. Hiperbilirubinemia
Merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai
dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis.
Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva kulit dan mukosa akan
berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang
mengalami bilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut: adanya ikterus tejadi
pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih
setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan
proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir
kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernapasan dan lain-lain.
j.
Tetanus
neonatorum
Merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan oleh adanya infeksi melalui tali pusat. Penyakit ini disebabkan oleh
Clostridium tetani yang bersifat
anaerob, dimana kuman tersebut berkembang pada keadaan tanpa oksigen. Tetanus
pada bayi dapat disebabkan karena tindakan pemotongan tali pusat yang kurang
steril. Masa inkubasi penyakit ini antara 5-14 hari.
D. Sumber Data Mortalitas
Cara mengetahui sumber data
kematian dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, antara lain :
1. sistem
registrasi vital
Apabila sistem ini bekerja
dengan baik merupakan sumber data kematian
yang ideal. Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat segera
setelah peristiwa kematian tersebut terjadi. Di Indonesia, belum ada sistem registrasi
vital yang bersifat nasional, yang ada hanya sistem registrasi vital yang
bersifat bersifat lokal, dan inipun tidak sepenuhnya meliputi semua kejadian
kematian pada kota-kota itu sendiri. Dengan demikian di Indonesia tidak mungkin
memperoleh data kematian yang baik dari sistem registrasi vital.
2. sensus atau
survei penduduk
sensus atau survei penduduk merupakan kegiatan sesaat yang bertujuan untuk
mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data kematian. Berbeda dengan sistem
registrasi vital, pada sensus atau survei kejadian kematian dicacat setelah
sekian lama peristiwa kejadian itu terjadi. Data ini diperoleh melalui sensus
atau survei dapat digolongkan menjadi dua bagian :
a.
Bentuk langsung (Direct
Mortality Data)
Data kematian bentuk langsung diperoleh dengan menanyakan kepada responden
tentang ada tidaknya kematian selama kurun waktu tertentu.Apabila ada tidaknya
kematian tersebut dibatasi selama satu tahun terakhir menjelang waktu sensus
atau survei dilakukan, data kematian yang diperoleh dikenal sebagai ‘Current mortality Data’.
b.
Bentuk tidak
langsung (Indirect Mortalilty Data)
Data kematian bentuk tidak
langsung diperoleh melalui pertanyaan tentang ‘Survivorship’ golongan penduduk tertentu misalnya anak, ibu, ayah dan sebagainya.Dalam kenyataan data ini mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan data bentuk
langsung. Oleh sebab
itu data kematian yang sering dipakai di Indonesia adalah data kematian bentuk
tidak langsung dan biasanya yaitu data ‘Survivorship’
anak. Selain sumber data di atas, data kematian untuk penduduk golongan tertentu di suatu tempat, kemungkinan dapat diperoleh
dari rumah sakit, dinas pemakaman, kantor polisi lalu lintas dan sebagainya.
E.
Indikator Morbiditas Dan Mortalitas
a. Indikator Morbiditas
1. Incidence Rate
Incidence
rate adalah
frekuensi penyakit baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu tempat /
wilayah / negara pada waktu tertentu.
Incidence
Rate (IR): Jumlah penyakit baru
------------------------------------- x k
Jumlah populasi berisiko
2. Prevelence Rate
Prevalence
rate adalah
frekuensi penyakit lama dan baru yang berjangkit dalam masyarakat di suatu
tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu. PR yang ditentukan pada waktu
tertentu (misal pada Juli 2000) disebut Point
Prevalence Rate. PR yang ditentukan pada periode tertentu (misal 1 Januari
2000 s/d 31 Desember 2000) disebut Periode
Prevalence Rate
Prevalence
Rate (PR): Jumlah penyakit
lama + baru
----------------------------------------
x k
Jumlah populasi berisiko
3. Attack Rate
Attack Rate adalah
jumlah kasus baru penyakit dalam waktu wabah yang berjangkit dalam masyarakat
di suatu tempat/ wilayah/ negara pada waktu tertentu
Attack Rate
(AR): Jumlah penyakit baru
------------------------------------------
x k
Jumlah populasi berisiko (dalam waktu wabah
berlangsung)
b. Indikator Mortalitas
1. Angka Kematian Kasar: jumlah semua kematian yang ditemukan pada satu jangka waktu (satu tahun)
dibandingkan dengan jumlah penduduk pada pertengahan waktu yang bersangkutan
dalam persen atau permil.
Rumus:
AKK = jumlah seluruh kematian
x 100%
Jumlah penduduk pertengahan
Contoh:
Di Desa Balusu dilaporkan 60 orang yang meninggal dunia akibat menderita berbagai
penyakit.Sedang jumlah penduduk desa tersebut pada tanggal 1 Juli 2013 adalah 30.000 orang maka angka kematian
kasarnya adalah.
60
AKK= X 100% = 0, 2%
3000
2. Angka Kematian Bayi: jumlah seluruh kematian bayi (umur dibawah 1 tahun) pada satu jangka
waktu (satu tahun) dibagi dengan jumlah seluruh kelahiran hidup.
Rumus:
AKB = Jumlah seluruh kematian bayi X k
Jumlah kelahiran bayi
3. Angka Kematian Menurut Umur : Angka
kematian menurut usia menunjukkan jumlah penduduk yang meninggal dunia dari
seribu penduduk pada kelompok usia tertentu.
Rumus:
ASDR = jumlah
penduduk yang meninggal pada kelompok usia t3 X k
jumlah
penduduk pada kelompok usia tertentu
4. Angka Kasus Fatal: jumlah seluruh kematian karena satu penyebab dalam jangka waktu tertentu
dibagi dengan jumlah
seluruh penderita pada waktu yang sama.
Rumus:
Jumlah seluruh kematian karena penyakit tertentu
AKF = X k
Jumlah seluruh penderita penyaklit tertentu
5. Angka Kematian Neonatal: jumlah angka kematian bayi usia dibawah usia 28 hari pada jangka waktu
(satu tahun) dibagi jumlah kelahiran hidup pada jangka waktu tahun yang sama.
Rumus:
Jumlah
kematian bayi usia di bawah 28 hari
AKN = X k
Jumlah kelahiran hidup Pada
tahun yang sama
6. Angka Kematian Pranatal: jumlah kematian bayi 1 minggu dalam satu tahun dibagi dengan jumlah
kelahiran hidup pada tahun yang sama .
Rumus:
Jumlah kematian bayi usia 1minggu per tahun
AKP =
X k
Jumlah kelahiran hidup pada tahun yang sama
7. Angka Kematian Ibu: jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas dalam satu
tahun dibagi dengan jumlah kelahiran
hidup pada tahun yang sama.
Rumus:
Jumlah kematian ibu karena kehamilan,
kelahiran dan nifas
AKI = X k
Jumlah kelahiran hidup pada tahun yg sm
F.
Angka
Kematian Di Indonesia
Angka kematian masyarakat dari waktu ke waktu dapat
memberi gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat. Ini dapat juga
digunakan sebagai indikator penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan
program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat
dihitung dengan survei dan penelitian. Perkembangan tingkat kematian dan
penyakit-penyakit penyebab utama yang terjadi di Indonesia.
1. Angka Kematian Maternal Ibu di Indonesia
Kematian
maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The International
Classification of Diseases (ICD – 10) seperti dikutip dari tesis Arulita
Ika Fibriana adalah kematian wanita yang terjadi pada saat kehamilan atau dalam
42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan lokasi
kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan, atau yang
diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan tetapi bukan
kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan.
Berdasarkan
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 angka kematian ibu (AKI)
di Indonesia 425 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan menurun menjadi 373 per
100.000 KH pada SKRT tahun 1995. Sedangkan pada SKRT yang dilakukan pada tahun
2001, angka kematian maternal kembali mengalami peningkatan yaitu sebesar 396
per 100.000 KH dan dari SDKI 2002 / 2003 angka kematian maternal menjadi
sebesar 307 per 100.000 KH. Hal ini menunjukkan bahwa angka kematian maternal
di Indonesia cenderung stagnan.
Rendahnya
kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka
kematian, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani
masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim
muncul. Yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang,
aborsi, dan infeksi. Namun, ternyata masih ada faktor lain yang juga cukup
penting. Misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang
pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik,
kebijakan juga berpengaruh. Kaum lelaki pun dituntut harus berupaya ikut aktif
dalam segala permasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab.
Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah
ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian
laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang
menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural
agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Sangat diperlukan upaya
peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun
masyarakat terutama suami.
Berdasarkan
data dari departemen kesehatan bahwa tiga faktor utama penyebab kematian ibu
melahirkan yakni: pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan
infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%),
anemia dan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil menjadi penyebab utama
terjadinya pendarahan dan infeksi yang merupakan faktor kematian utama ibu. Di
berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan
oleh pendarahan; proporsinya berkisar antara kurang dari 10% sampai hampir 60%.
Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun akan menderita akibat
kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan
yang berkepanjangan.(WHO). Persentase tertinggi kedua penyebab kematian ibu
yang adalah eklamsia (24%), kejang bisa terjadi pada pasien dengan tekanan
darah tinggi (hipertensi) yang tidak terkontrol saat persalinan.
Hipertensi dapat terjadi karena kehamilan, dan akan kembali normal bila
kehamilan sudah berakhir. Namun ada juga yang tidak kembali normal setelah bayi
lahir. Kondisi ini akan menjadi lebih berat bila hipertensi sudah diderita ibu
sebelum hamil. (Profil Kesehatan Indonesia, 2007), sedangkan persentase
tertinggi ketiga penyebab kematian ibu melahirkan adalah infeksi (11%).
Selain
faktor-faktor tersebut, salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah
disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga
kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong
oleh tenaga medis. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang
ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66% dalam SDKI 2002-2003
menjadi 73% dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan
dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila
dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak
bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi
perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan sebesar 90% pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih
lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat. Berdasarkan
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian ibu
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Dalam survei yang sama, lima tahun
lalu, angka kematian ibu hanya 228 per 100 ribu kelahiran hidup.Kondisi
geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor
penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas
antar daerah akan berbeda satu sama lain.
2. Angka Kematian Bayi
Pada 1960, Angka Kematian Bayi (AKB) Indonesia adalah 128 per 1.000
kelahiran hidup. Angka ini turun menjadi 68 per 1.000 kelahiran hidup pada
1989, 57 pada 1992 dan 46 pada 1995. Pada dekade 1990-an, rata-rata penurunan
5% per tahun, sedikit lebih tinggi daripada dekade 1980-an sebesar 4% per
tahun.
Angka kematian Bayi di Indonesia memang mengalami penurunan per tahunnya,
akan tetapi penurunan yang terjadi tersebut tidak membuat semua pihak merasa
puas, karena walaupun terjadi penurunan tingkat kematian bayi, Indonesia masih
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN, yaitu
4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari Filipina, dan
1,8 kali lebih tinggi dari Thailand.
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari
sisi penyebabnya kematian bayi ada dua macam yaitu Endogen dan Eksogen,
antara lain meliputi:
a.
Kematian bayi Endogen
adalah kematian bayi yang terjadi pada pertama setelah melahirkan, dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari
orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat setelah kehamilan.
b.
Kematian bayi
Eksogen adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai
menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian
dengan pengaruh lingkungan.
Menurut
hasil Surkesnas/Susenas, AKB di Indonesia pada tahun 2001 sebesar 50 per 1.000
kelahiran hidup, dan pada tahun 2002 sebesar 45 per 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan AKB menurut hasil SDKI 2002-2003 terjadi penurunan yang cukup besar,
yaitu menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup sementara hasil SDKI 2007 hasilnya
menurun lagi menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup, angka ini berada jauh dari
yang diproyeksikan oleh Depkes RI yakni sebesar 26,89 per 1.000 kelahiran
hidup. Adapun nilai normatif AKB yang kurang dari 40 sangat sulit diupayakan
penurunannya (hard rock), antara 40-70 tergolong sedang, namun sulit untuk
diturunkan, dan lebih besar dari 70 tergolong mudah untuk diturunkan.
Untuk di
Sulawesi Selatan, Angka Kematian Bayi menunjukkan penurunan yang sangat tajam,
yaitu dari 161 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1971 menjadi 55 pada tahun
1996, lalu turun lagi menjadi 52 pada tahun 1998 kemudian pada tahun 2003
menjadi 48 (Susenas 2003). Ini berarti rata-rata penurunan AKB selama kurun
waktu 1998–2003 sekitar 4 poin. Namun, menurut hasil Surkesnas/Susenas
2002-2003, AKB di Sulawesi Selatan sebesar 47 per 1.000 kelahiran hidup
sedangkan hasil Susenas 2006 menunjukkan AKB di Sulsel pada tahun 2005 sebesar
36 per 1.000 kelahiran hidup, dan hasil SDKI 2007 menunjukkan angka 41 per
1.000 kelahiran hidup. Fluktuasi ini bisa terjadi oleh karena perbedaan besar
sampel yang diteliti, sementara itu data proyeksi yang dikeluarkan oleh Depkes
RI bahwa AKB di Sulsel pada tahun 2007 sebesar 27,52 per kelahiran hidup.
Sementara laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bahwa jumlah kematian
bayi pada tahun 2006 sebanyak 566 bayi, atau 4,32 per 1000 kelahiran hidup,
mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi 709 kematian bayi atau 4,61 per
1.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2008 ini jumlah kematian bayi turun menjadi
638 atau 4,39 per 1000 kelahiran hidup. Hasil pengumpulan data profil kesehatan
oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota di sulawesi selatan tahun 2011 menunjukkan bahwa
jumlah kematian bayi mengalami peningkatan menjadi 868 bayi atau 5.90 per 1000
kelahiran hidup dibandingkan 2010 yang hanya 824 kasus
Sebab
kematian pada anak. Tiga penyebab utama kematian bayi menurut SKRT 1995 adalah
infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi perinatal, dan diare.
Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75% kematian bayi. Pada 2001
pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah dari periode sebelumnya,
yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti oleh ISPA, diare, tetanus
neotarum, saluran cerna, dan penyakit saraf. Pola penyebab utama kematian
balita juga hampir sama (penyakit saluran pernafasan, diare, penyakit
saraf-termasuk meningitis dan encephalitis-dan tifus).
3.
Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang
dilahirkan pada tahun tertentu dan meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun,
dinyatakan sebagai angka per 1.000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan tingkat
permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap kesehatan anak Balita seperti gizi, sanitasi, penyakit menular dan
kecelakaan, indikator ini menggambarkan tingkat kesejahteraan sosial, dalam
arti besar dan tingkat kemiskinan penduduk, sehingga kerap dipakai untuk
mengidentifikasi kesulitan ekonomi penduduk. Adapun nilai normatif AKABA yakni
lebih besar dari 140 tergolong sangat tinggi, antara 71-140 sedang dan kurang
dari 71 rendah.
Angka
Kematian Balita di Indonesia (menurut estimasi SUPAS 1995) dalam beberapa tahun
terakhir (kecuali tahun 2001) terlihat mengalami penurunan yang cukup bermakna.
Pada tahun 1986 AKABA diperkirakan sebesar 111 per 1.000 kelahiran hidup,
kemudian turun menjadi 81 pada tahun 1993 dan turun lagi menjadi 44,7 pada tahun
2000 sementara untuk Sulawesi Selatan, pada tahun yang sama berada dibawah
rata-rata nasional yakni sebesar 42,16 per 1.000 kelahiran hidup.
Laporan bersama oleh Dana Anak-anak PBB (UNICEF),
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan Bank Dunia ini mendapati pada tahun 2012
sekitar 6,6 juta anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun dibandingkan
12 juta anak yang meninggal pada tahun 1990. Menurut hasil SUSENAS 2001 AKABA
diperkirakan sebesar 64 per 1.000 kelahiran hidup. Namun, hasil SDKI 2002-2003
menunjukkan bahwa AKABA di Sulawesi Selatan mencapai 72 per 1.000 kelahiran
hidup dan menurun menjadi 53 per 1.000 kelahiran hidup menurut SDKI 2007.
Jumlah kematian balita yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota di Sulsel
pada tahun 2006 sebanyak 148 balita atau 1,13 per 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan pada tahun 2007 jumlah kematian balita dilaporkan sebanyak 105 balita
atau 1,33 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2008 jumlah kematian balita
dilaporkan mengalami peningkatan menjadi 396 balita atau 2,73 per 1000
kelahiran hidup. Jumlah kematian balita yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan
Kab/Kota di Sulawesi selatan pada tahun 2012 sebanyak 25 bayi setiap 1000
kelahiran hidup.
G. Proporsi
Kematian Di Indonesia
Perbandingan
proporsi penyebab kematian di tahun dari tahun 1995-2007 jika dikategorikan
menurut empat kelompok besar diperoleh hasil analisis trendnya sebagai berikut:
1) Kelompok yang mengalami trend menurun paling tajam adalah kelompok penyakit
menular (rata-rata turun sekitar 1% per tahun); 2) Kelompok yang mengalami
trend meningkat paling signifikan adalah kelompok penyakit tidak menular
(rata-rata naik sekitar 1,5% per tahun); dan 3) Kelompok gangguan
perinatal/maternal dan kelompok cedera relatif tetap.
Berdasarkan
perbandingan kelompok daerah diperoleh pola mortalitas antara pedesaan dan
perkotaan yang relatif sama. Akan tetapi ada satu yang cukup signifikan dalam
hasil trendnya yaitu pada kelompok gangguan perinatal/maternal di pedesaan
antara tahun 2001 – 2007 malah cenderung meningkat dari 5,7% menjadi 7,7%
sedangkan di perkotaan menurun dari 6,5% menjadi 4,5%.
Secara umum
dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi angka kematian akan semakin meningkat
atau berbanding lurus dengan bertambahnya umur. Penyebab kematian akibat cedera
diprediksi akan semakin mengkhawatirkan. Selain itu ada indikasi bahwa risiko
kematian masih lebih banyak mengancam kelompok bayi dan ibu melahirkan di
wilayah pedesaan dibandingkan di perkotaan. Sedangkan transisi epidemiologis
akan kian terlihat jelas merujuk pada trend kelompok penyakit menular cenderung
makin kecil sebagai penyebab kematian dibandingkan kelompok penyakit tidak
menular. Kemungkian besar pola tersebut dapat makin diperberat oleh adanya
transisi demografi, mobilitas yang semakin tinggi dan perubahan perilaku atau
life style dari penduduk.
H.
Pengaruh
Mortalitas Terhadap Kesehatan Masyarakat
Di dalam studi ilmu kependudukan terdapat sebuah komponen yang ikut
mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah yaitu kematian atau
mortalitas.Peristiwa kematian dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya
adalah kesehatan.Suatu korelasi timbal balik antara mortalitas dengan kesehatan
masyarakat ada dua macam, yaitu korelasi yang bersifat positif atau
menguntungkan maupun korelasi yang bersifat negative atau merugikan.
Korelasi yang bersifat positif
atau menguntungkan antara mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah dengan
adanya mortalitas maka kelajuan pertumbuhan penduduk yang tidak dapat
terkendali dapat ditekan dan secara otomatis kepadatan penduduk pun dapat
berkurang sehingga terjadi pula perubahan fungsi lahan yang semula untuk
perumahan menjadi fungsi lain yang lebih bermanfaat misalnya pertanian, lahan
perkebunan, sumber lapangan pekerjaan, dan lain-lain. Dengan demikian
kesejahteraan penduduk akan semakin meningkat begitu pula derajat kesehatan
masyarakat. Sebagai ilustrasi pada suatu wilayah yang padat penduduknya maka
letak bangunan yang satu dengan lainnya saling berhimpitan sehingga menimbulkan
banyak permasalahan kesehatan, seperti sanitasi yang kurang memadai, kurangnya
lahan sumber oksigen (tumbuh-tumbuhan), dan sebagainya.
Korelasi yang bersifat negative atau merugikan antara
mortalitas dengan kesehatan masyarakat adalah terkait penyebab kematian di
suatu wilayah itu sendiri.Dalam studi ilmu kesehatan masyarakat dipelajari
berbagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat atau lebih
dikenal dengan teori H.L. Blum,
diantaranya adalah karena faktor perilaku individu atau masyarakat, pelayananan
kesehatan, lingkungan, dan genetik. Kematian dapat disebabkan karena perilaku dan pola hidup yang tidak bersih
dan sehat sehingga menimbulkan penyakit, apabila penyakit tersebut menyebar ke
masyarakat maka dapat terjadi kematian penduduk dalam jumlah yang banyak.
Kedua, kematian dapat disebabkan oleh pelayanan kesehatan yang kurang memadai,
hal ini terkait dengan kebijakan kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah,
seperti adanya penyelewengan dana penyediaan alkes, pembagian jamkesmas yang
tidak merata dan sesuai sasaran menyebabkan terjadinya kematian penduduk
terutama penduduk yang ada di bawah garis kemiskinan. Ketiga, banyak penyakit
yang bersumber dari lingkungan.Misalnya, lingkungan yang kumuh memiliki sedikit
sumber oksigen (tumbuh-tumbuhan), sedikitnya lahan untuk membuang sampah rumah
tangga sehingga mencemari tanah, air, dan udara. Keempat, banyaknya kematian
juga dipengaruhi oleh factor genetic, di mana seorang bayi yang lahir cacat
bahkan meninggal dunia dapat diakibatkan oleh gen orang tua yang mengandungnya,
misalnya sang orang tua tidak gemar mengkonsumsi nutrisi yang baik bagi
kandungannya atau terdapat penyakit keturunan yang dibawa oleh orang tuanya.
I. Upaya Pemerintah Menurunkan Angka Kematian Di
Indonesia
1. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan pemerintah
pelayanan kesehatan.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerintahan pelayanan kesehatan
yang ada di masyarakat telah di lakukan berbagai upaya, salah satunya adalah
dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan dasar.
Pelayanan dasar dapat dilakukan di perpustakaaan induk, perpustakaan
pembantu, posyandu, serta unit-unit yang berkaitan di masyarakat. Bentuk
pelayanan tersebut dilakukan dalam rangka jangkauan pemerataan pelayanan
kesehatan. Upaya pemerataan tersebut dapat dilakukan dengan penyabaran bidan
desa, perawat komuniksi, fasilitas balai kesehatan, pos kesehatan desa dan
puskesmas keliling.
2. Meningkatkan status gizi masyarakat
Peningkatkan status gizi masyarakat merupakan merupakan bagian dari upaya
untik mendorong terciptanya perbaikan status kesehatan. Dengan pemerintah gizi
yang baik diharapkan pertumbuhan dan perkembangan anak akan baik pula,
disamping dapat memperbaiki status kesehatan anak. Upaya tersebut dapat
dilakukan malalui berbagai kegiatan, di antaranya upaya perbaikan gizi keluarga
atau dikenal dengan nama UPKG. Kegiatan UPKG tersebut didorong dan diarahkan
pada peningkatan status gizi, khususnya pada masyarakat yang rawan atau
memiliki resiko tinggi terhadap kematian atau kesakitan. Kelompok resiko tinggi
terdiri anak balita, ibu hamil, ibu menyusui, dan lansia yang golongan
ekonominya rendah. Melalui upaya tersebut. Peningkatan kesehatan akan tercakup
pada semua lapisan masyarakat khususnya pada kelompok resiko tinggi.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat
Peningktan Peran serta masyarakat dalam membantu ststus kesehatan
inin penting, sebab upaya pemerintah dalam rangka menurunkan kematian bayi dan
anak tidak dapat dilakukan hanya oleh pemerintah, melainkan peran serta
masyarakat dengan keterlibatan atau partisipasi secara langsung. Upaya
masyarakat tersebut sangat menentukan keberhasilan program pemerintah sehingga
mampu mangatasi berbagai masalah kesehatan. Melalui peran serta masyarakat
diharapkan mampu pula bersifat efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan.
Upaya atau program kesehtan antara lain pelayanan imunisasi, penyedian air
bersih, sanitasi lingkungan, perbaikan gizi dan lain-lain. Upaya tersebut akan
memudahkan pelaksanaan program kesehatan yang tepat pada sasaran yang ada.
4. Meningkatkan manajemen kesehatan
Upaya meningkatan program pelayanan keshatan anak dapat berjalan dan
berhasil dengan baik bila didukung dengan perbaikan dalam pengelolaan pelayanan
kesehatan. Dalam hal ini adalah meningkatan manajemen pelayanan malalui
pendayagunaan tenaga kesehatan profesional yang mampu secara langsung mengatasi
masalah kesehatan anak. Tenaga kesehatan yang dimaksud antara lain tenaga
perawat, bidan,dokter yang berada diperpustakaan yang secara langsung berperan
dalam pemberian pelayanan kesehatan.
J.
Usaha
Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Anak Di Indonesia
pemerintah
saat ini terus melakukan upaya menurunkan angka kematian ibu diantaranya dengan
memberikan Jaminan Persalinan atau Jampersal yang mulai berlaku tahun ini.
masyarakat akan mendapatkan jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang
meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas
termasuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) pasca persalinan dan pelayanan bayi
baru lahir. Selain itu pemerintah juga akan memperbanyak tenaga-tenaga medis
dan juga puskesmas keliliing di daerah-daerah yang angka kematian ibu
melahirkannya tinggi.
Persebaran
tenaga bidan maupun dengan dokter yang akan lebih diperkuat lagi. Pada
daerah-daerah terpencil dikembangkan yang namanya sister hospital. Di NTT
misalnya dari 21 Kabupaten Kota, sudah 14 Kabupaten Kota yang sudah dibantu
oleh fakultas-fakultas kedokteran yang mengirim perwakilannya yang sudah senior
untuk menolong.
Untuk
mengatasi angka kematian ibu yang tinggi di Indonesia, pemerintah mulai tahun
ini juga akan melaksanakan program Emas atau Expanding Maternal and Newborn
Survival yang bekerjasama dengan pemerintah Amerika Serikat. Program EMAS ini
merupakan kerjasama antara Indonesia dengan AS melalui USAID yang berlangsung
selama 5 tahun dari 2012-2016. Pendekatannya dengan meningkatkan kualitas
pelayanan emergensi obstetri dan neonatal minimal di 150 RS pemerintah dan
swasta serta 300 puskesmas atau balai kesehatan masyarakat. Dalam
program ini, Amerika Serikat memberikan bantuan sebesar 55 juta dolar Amerika. Pada
tahun 2012 program tersebut dilakukan di enam provinsi yang memiliki 70
persen kasus kematian ibu. Daerah tersebut adalah Banten, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat. Program Emas
intinya satu, memperkuat pelayanan di tingkat puskesmas, yang kedua, pelayanan
ditingkat rumah sakit dengan 24 jam. Para bidan, para dokter di wilayah
tersebut ditingkatkan kemampuan bagaimana menolong persalinan. Yang kedua,
bagamana cara pengiriman ibu yang mau melahirkan, mendiagnosis dengan tepat.
Pada
dasawarsa terakhir ini, dunia internasional nampaknya benar- benar terguncang.
Bagaimana tidak jika setiap tahun hampir sekitar setengah juta warga didunia
harus menemui ajalnya karena persalinan. Dan nampaknya hal ini menarik
perhatian yang cukup besar sehingga di lakukannya berbagai usaha untuk
menanggulangi masalah kematian ibu ini.
Usaha
tersebut terlihat dari beberapa program yang dilaksanakan oleh organisasi
internsional misalnya program menciptkan kehamilan yang lebih aman (making
pregnanci safer program) yang dilksanakn oleh WHO (World Health
Organisation), atau program gerakan sayang ibu (safe Motherhood Program) yang
dilaksanakan di Indonesia sebagai salah satu rekomendasi dari konferensi
internasional di Mesir, Kairo tahun 1994. Selain usaha- usaha tersebut, ada
pula beberapa konferensi internasional yang juga bertujuan untuk menurunkan
angka kematian ibu seperti Internasional Conference on Population and
Development, di Cairo, 1994 dan the World Conference on Women, di Beijing,
1995. (Rahima; Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak- hak perempuan,
2001).
Pemerintah
indonesia dan UNICEF telah membuat kesepakatan untuk menurunkan tingkat
kematian ibu di indonesia yang merupakan prioritas nomor satu dalam persetujuan
kerjasamanya. Aus AID mendanai program Safe Motherhood di empat provinsi dengan
tingkat kematian ibu yang tinggi dan tidak dapat ditolerir, yaitu Jawa Barat,
Banten, Maluku, dan Papua.
Menanggapi
tingginya tingkat kematan ibu melahirkan di provinsi- provinsi tersebut,
program safe motherhood ditujukan
untuk memperkuat kapasitas masyarakat dan dinas- dinas pemerintah di tingkat
kabupaten dan yang lebih rendah, sehingga dapat mengurangi tingkat kematian
ibu, bayi dan balita.
RAN PPAKI
(Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu) memuat berbagai
program kesehatan sebagai acuan setiap perencanaan kegiatan di tingkat pusat
maupun di tingkat daerah dalam upaya menurunkan kematian ibu. Ada tiga strategi
yang disiapkan dalam RAN PPAKAI ini, yakni peningkatan cakupan dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu, peningkatan peran Pemerintah Daerah terhadap Peraturan
yang dapat mendukung secara efektif pelaksanaan program dan pemberdayaan keluarga
dan masyarakat.
Ketiga
strategi tersebut juga dibarengi dengan tujuh program utama yang akan
dijalankan. Pertama, penyediaan pelayanan kesehatan ibu dan anak di tingkat
desa sesuai standar. Kedua, penyediaan fasilitas kesehatan di tingkat dasar
yang mampu memberikan pertolongan persalinan sesuai standar selama 24 jam 7
hari seminggu. Ketiga, penjaminan seluruh Puskesmas Perawatan, Puskesmas
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) dan Rumah Sakit Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (RS PONEK) selama 24 jam 7 hari seminggu
berfungsi sesuai standar.
Keempat,
pelaksanaan rujukan efektif pada kasus komplikasi. Kemudian, perlu adanya
penguatan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam tata kelola desentralisasi
program kesehatan, seperti regulasi, pembiayaan, dan lain-lain. Keenam,
pelaksanaan kemitraan lintas sektor dan swasta dan terakhir, peningkatan
perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat melalui pemahanan dan
pelaksanaan P4K serta Posyandu.
Program
Utama Pemerintah Sulawesi Selatan terkait Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
dalam Renstrakes 2008-2013 1.
1.
Peningkatan Cakupan dan kualitas
antenatal, kesehatan ibu dan pencegahan komplikasi, kesehatan ibu bersalin dan
nifas, pelayanan KB, Penyuluhan kesehatan bagi ibu hamil dari keluarga kurang
mampu, monitoring, evaluasi dan pelaporan
2.
Peningkatan Pelayanan Kesehatan Neonatus, Autopsi Verbal dan Audit Maternal Perinatal, Peningkatan
Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit, Peningkatan Pelayanan Stimulasi
Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak, Peningkatan Pelayanan Kesehatan
Anak Balita
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut
PBB dan WHO, kematian adalah hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara
permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup. Morbiditas dalam
arti sempit dimaksudkan sebagai peristiwa sakit atau kesakitan, sedangkan dalam
arti luas morbiditas mempunyai pengertian yang jauh lebih kompleks
2.
Tiap tahun 12,9 juta anak meninggal, 28% kematian di
sebabkan karna pneumania, 23% karna penyakit diarre, dan 16% karna penyakit
tidak memeperoleh vaksinasi. Penyebab angka kesakitan dan kematian anak
terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pneumonia dan diarre.
3. Sumber
data kematian dapat diperoleh dari sistem registrasi vital dan sensus atau survei penduduk.
4. Pengukuran
tingkat kesakitan ada 3 yakni insidensi,
prevelensi dan attack rate. Sedangkan pada mortalitas yaitu angka kematian Ibu,
angka kematian bayi, angka kematian kasar, angka kematian karena penyakit
tertentu, angka kematian pada golongan umur tertentu, angka kematian karena
penyakit tertentu dan angka kematian neonatal.
5. Berdasarkan
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, angka kematian ibu
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia masih tergolong tinggi, jika dibandingkan dengan negara lain di
kawasan ASEAN.
6. Target
pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), Depkes telah mematok target penurunan
AKB di Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi
23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015.
7. Upaya
pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak di dindonesia
diantaranya Program Imunisasi , Jaminan Persalinan (JAMPERSAL), Kebijakan ASI
Eksklusif, Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS), Meningkatkan Kualitas
Perawat atau Pelayanan Kesehatan dan Program Sistem Penjaminan Biaya Pelayanan
Medik
B.
Saran
Di Indonesia masih banyak bayi yang mengalami
kesakitan dan kematian karena salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah
sosial ekonomi dan di indonesia masih banyak orang indonesia yang menderita
kemiskinan apalagi yang terletak di bagian terpencil, oleh karena itu untuk
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada bayi dan balita seharusnya
dilakukan penambahan lapangan kerja sehingga masyarakat di indonesia mudah
dalam mencari lapangan pekerjaan, dan apabila lapangan pekerjaan sudah dapat
maka status ekonomi mereka pun akan naik sehingga jumlah kemiskinan yang ada di
Indonesia akan berkurang. Dengan demikian mereka akan mampu membiayai kehidupan
mereka dan mereka akan mampu memberi gizi yang baik kepada anggota keluarga
mereka atau pada bayi dan balita sehingga bayi dan balita di Indonesia yang
mengalami morbiditas dan mortalitas akan berkurang.